Senin, 08 November 2010

Pemuda dan sosialisasi

Tugas ke-4 
22110034

Pengertian Pemuda



Pemuda adalah semangat untuk berkarya. Seratus tahun yang lalu, kita mengenal Budi Oetomo sebagai organisasi intelektual bangsa yang mengubah cara Indonesia untuk merebut hakekat kemerdekaannya. Enam puluh tiga tahun yang lalu, pemuda dengan keberaniannya mendesak Soekarno dan Moch. Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan negeri kita tercinta ini. Dan Enam puluh tiga tahun satu bulan yang lalu, Bung Tomo dengan semangat kepemudaannya berkoar di kota Surabaya dan meneriakkan kalimat, “Merdeka atau Mati”. Namun, tiga minggu yang lalu, di koran kompas disebutkan, lebih dari 83,2 persen koresponden Indonesia menyatakan, kini jiwa kepahlawanan dan semangat kepemudaan telah luntur dan disalahartikan. Betapa ironi sekali negara ini. Kemana Indonesia akan bisa melangkah ? Krisis kepemudaan telah melanda negeri ini. Indonesia kini sangat susah untuk melahirkan Soekarno-soekarno baru. Bintang sinetron pun tanpa disadari menjadi pahlawan dan panutan baru yang semu dalam setiap aktivitas.

Krisis kepemudaan ini harus segera ditindaklanjuti, kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di kampus harus mampu menimbulkan percikan-percikan semangat baru, semangat kepahlawanan pemuda, yang dapat diwujudkan dengan semangat berkarya untuk bangsa. Sumpah Pemuda adalah contoh karya nyata yang dibuat oleh pemuda dan pemudi dari seluruh Indonesia pada tahun 1928 yang lalu. Bisakah kita sebagai generasi penerus berkarya untuk bangsa seperti mereka ? Dan apakah moment hari pahlawan dan satu abad kebangkitan bangsa telah mampu menjadi bahan evaluasi diri sampai sejauh mana kita telah berkarya ? Jawabannya harus ditanyakan kepada diri kita masing-masing.

Setiap tahun, satu juta anak negeri Indonesia yang tidak menemukan sumber nafkah di negerinya sendiri mengais rezeki di negeri orang. Pendudukan miskin menjadi 35 juta jiwa. Ada sekitar 13 juta jiwa yang masih belum bisa membaca dan menulis. Pengangguran terus meningkat menjadi 9 juta jiwa. Kemiskinan, pengangguran, serta korupsi yang meluas dan melanda negeri ini memerlukan pahlawan-pahlawan baru yang dapat diwujudkan oleh pemuda dengan segenap karya-karyanya.

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.

Jenis sosialisasi
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/07/2521448-Things_To_Do-The_Gambia.jpg/150px-2521448-Things_To_Do-The_Gambia.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Keluarga sebagai perantara sosialisasi primer
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
  • Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
  • Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.


sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
  • Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
  • Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.

Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.

Pola sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.


Proses sosialisasi

Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
  • Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
  • Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
  • Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
  • Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.

1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.

2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.

3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
Agen sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
  • Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
  • Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
  • Lembaga pendidikan formal (sekolah)
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/bd/NewspaperSizes200508.jpg/200px-NewspaperSizes200508.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Media massa merupakan salah satu agen sosialisasi yang paling berpengaruh
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
  • Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
·         Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
·         Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
·         Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.
  • Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.

Pengertian pokok pembinaan dan pengembngan generasi muda

Generasi merupakan generasi penerus perjuangan bangsa dan sumber daya insani bagi pembangunan nasional, diharapkan mampu memikul tugas dan tanggung jawab untuk kelestarian kahidupan bangsa dan negara. Untuk itu generasi muda perlu mendapatkan perhatian khusus dan kesempatan yang seluas?luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, terdapat generasi muda yang menyandang permasalahan sosial seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan obat dan narkota, anak jalanan dan sebagainya baik yang disebabkan oleh faktor dari dalam dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Oleh karena itu perlu adanya upaya, program dan kegiatan yang secara terus menerus melibatkan peran serta semua pihak baik keluarga, lembaga pendidikan, organisasi pemuda, masyarakat dan terutama generasi muda itu sendiri. Arah kebijakan pembinaan generasi muda dalam pembangunan nasional menggariskan bahwa pembinaan perlu dilakukan dengan mengembangkan suasana kepemudaan yang sehat dan tanggap terhadap pembangunan masa depan, sehingga akan meningkatkan pemuda yang berdaya guna dan berhasil guna. Dalam hubungan itu perlu dimantapkan fungsi dan peranan wadah?wadah kepemudaan seperti KNPI, Pramuka, Karang Taruna, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Organisasi Mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi dan organisasi fungsional pemuda lainnya. Dalam kebijakan tersebut terlihat bahwa KARANG TARUNA secara ekslpisit merupakan wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda yang bertujuan untuk mewujudkan generasi muda aktif dalam pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan bidang kesejahteraan sosial pada khususnya. Salah satu kegiatan Karang Taruna Kelurahan Purwaharja Kecamatan Purwaharja sedang membuat kerajinan bambu yang diolah menjadi aneka macam alat musik seperti suling, angklung dan sebagainya.

PROBLEMATIK GENERASI MUDA

Sebagaimana dikemukakan di atas, generasi muda dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menghadapi berbagai permasalahan yang perlu diupayakan penanggulangannya dengan melibatkan semua pihak. Permasalahan umum yang dihadapi oleh generasi muda di Indonesia dewasa ini antara lain sebagai berikut :

1. Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia. Dengan adanya pengangguran dapat merupakan beban bagi keluarga maupun negara sehingga dapat menimbulkan permasalahan lainnya.

2. Penyalahgunaan Obat Narkotika dan Zat Adiktif lainnya yang merusak fisik dan mental bangsa.

3. Masih adanya anak-anak yang hidup menggelandang.

4. Pergaulan bebas diantara muda-mudi yang menunjukkan gejala penyimpangan perilaku (Deviant behavior).

5. Masuknya budaya barat (Westernisasi Culture) yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita yang dapat merusak mental generasi muda.

6. Perkimpoian dibawah umur yang masih banyak dilakukan oleh golongan masyarakat, terutama di pedesaan.

7. Masih merajalelanya kenakalan remaja dan permasalahan lainnya. Permasalahan tersebut akan berkembang seiring dengan perkembangan jaman apabila tidak diupayakan pemecahannya oleh semua pihak termasuk organisasi masyarakat, diantaranya KARANG TARUNA . Salah satu kegiatan Karang Taruna Kelurahan Hegarsari Kecamatan Pataruman yang merupakan Karang Taruna berprestasi dalam bidang Perbengkelan.

KARANG TARUNA SEBAGAI WADAH PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GENERASI MUDA


Karang Taruna sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial RI No. 83/HUK/2005 adalah ?Organisasi Sosial wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah Desa/Kelurahan atau komunitas sederajat dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial?. Sedangkan keanggotannya bersifat stelsel pasif, artinya seluruh generasi muda dalam lingkungan Desa/Kelurahan atau komunitas adat sederajat yang bersusia 11 tahun sampai 45 tahun yang selanjutnya disebut Warga Karang Taruna. Dengan adanya Karang Taruna dimaksudkan sebagai wadah untuk menampung aspirasi masyarakat, khususnya generasi muda dalam rangka mewujudkan rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat pada umumnya. Tujuannya tidak lain adalah terwujudnya kesejahteraan sosial yang semakin meningkat bagi generasi muda di Desa/Kelurahan yang memungkinkan pelaksanaan fungsionalnya sebagai manusia pembangunan yang mampu mengatasi masalah kesejahteraan sosial di lingkungannya melalui usaha-usaha pencegahan, pelayanan dan pengembangan sosial. Dengan demikian jelas bahwa sasaran yang ingin dicapai oleh KARANG TARUNA dititikberatkan pada kesadaran dan tanggung jawab sosial, sehingga dapat mewujudkan dengan baik kesejahteraan sosial yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka tugas pokok Karang Taruna adalah bersama-sama dengan pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya. Sejalan dengan tugas pokok di atas, Karang Taruna melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

1. Penyelenggara usaha kesejahteraan sosial

2. Penyelenggara pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat

3. Penyelenggara pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di lingkungannya secara komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan

4. Penyelenggaraan kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda di lingkungannya

5. Penanaman pengertian, memupuk dan meingkatkan kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda

6. Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia

7. Pemupukan kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi di lingkungannya secara berswadaya

8. Penyelenggaraan rujukan, pendamping dan advokasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial

9. Penguatan sistim jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya

10. Penyelenggaraan usaha-usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual. Dengan melihat fungsi-fungsi di atas, terlihat bahwa kegiatan Karang Taruna diarahkan untuk menciptakan watak yang taqwa, terampil dan dinamis serta penanaman kesadaran dan tanggung jawab sosial yang tinggi.

Kesadaran dan tanggungjawab sosial yang tinggi pada gilirannya akan menumbuhkan disiplin sosial dalam kehidupan pribadi dan kelompok sehingga menjadikan generasi muda memiliki kesiapan dalam menanggulangi berbagai masalah sosial dilingkungannya. Jadi pembinaan disini selain dapat menolong generas muda itu sendiri, juga dapat menolong orang lain yang menyandang masalah sosial. Sedangkan yang menjadi sasaran kualitatif yang hendak dicapai dalam pembinaan Karang Taruna adalah :

1. Karang Taruna sebagai wadah pembinaan generasi muda ditingkat Desa dan Kelurahan mampu berperan sebagai organisasi sosial kepemudaan dalam mencegah kenakalan remaja.

2. Karang Taruna mampu menjadi wadah penyiapan kepeloporan dan kemandirian.

3. Karang Taruna menjadi wadah penyelenggara usaha-usaha ekonomi produktif.

4. Karang Taruna diharapkan mampu menggali dan memanfaatkan potensi-potensi kesejahteraan sosial secara berdaya guna dan berhasil guna.

Dalam pengembangannya, Karang Taruna dapat membentuk Unit Teknis sesuai dengan kebutuhann pengembangan organisasi dan program. Unit Teknis dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kelembagaan Karang Taruna dan pembentukannya harus melalui mekanisme pengambilan keputusan dalam forum yang refresentatif dan sesuai kapasitasnya. Untuk itu, sebagai contoh Unit Perbengkelan, Unit Peternakan, Unit Perikanan, Unit Pertukangan dan sebagainya.
 
Masalah-masalah generasi muda
generasi muda dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menghadapi berbagai permasalahan yang perlu diupayakan penanggulangannya dengan melibatkan semua pihak. Permasalahan umum yang dihadapi oleh generasi muda di Indonesia dewasa ini antara lain sebagai berikut :

1. Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia. Dengan adanya pengangguran dapat merupakan beban bagi keluarga maupun negara sehingga dapat menimbulkan permasalahan lainnya.

2. Penyalahgunaan Obat Narkotika dan Zat Adiktif lainnya yang merusak fisik dan mental bangsa.

3. Masih adanya anak-anak yang hidup menggelandang.

4. Pergaulan bebas diantara muda-mudi yang menunjukkan gejala penyimpangan perilaku (Deviant behavior).

5. Masuknya budaya barat (Westernisasi Culture) yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita yang dapat merusak mental generasi muda.

6. Perkimpoian dibawah umur yang masih banyak dilakukan oleh golongan masyarakat, terutama di pedesaan.

7. Masih merajalelanya kenakalan remaja dan permasalahan lainnya

Potensi-potensi Generasi Muda

Potensi-potensi Generasi Muda
Potensi-potensi yang ada pada generasi muda perlu dikembangkan adalah :
a) Idealisme dan daya kritis
b) Dinamika dan kreatifitas
c) Keberanian mengambil resiko
d) Optimis kegairahan semangat
e) Sikap kemandirian dan disiplin murni
f) Terdidik
g) Keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan
h) Patriotisme dan nasionalisme
i) Sikap kesatria

Pemuda adalah kunci sukses sebuah negara. Oleh karena itu, sebagai  pemuda penerus bangsa, kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan berbudi pekerti luhur agar kelak kita dapat membuat bangsa Indonesia ini menjadi lebih baik dari sekarang.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar